Jumat, 18 Juni 2010

Bukan Salah Jabulani dan Vuvuzela




Kemenangan 1-0 Jepang atas Kamerun di Grup E dan keunggulan 2-0 Korea Selatan atas Yunani di Grup B seakan membuat negara-negara Benua Hitam menjadi tamu di rumah sendiri. Gol Korea Utara ke gawang Brasil pun menjadi buah bibir meski mereka akhirnya takluk 1-2 di Grup G.

Pokok bahasan ini jadi muncul tidak lepas dari banjirnya hasil imbang, yang juga menjadi momok bagi para wakil Afrika hingga laga-laga pertama di putaran grup. Opini bahwa SA 2010 adalah sebuah piala dunia yang medioker pun muncul lantaran minimnya jumlah gol dan banyaknya skor seri.


Media-media Afsel ramai mengangkat topik tentang kemungkinan gangguan suara dengung terompet vuvuzela dan anomali perilaku bola Jabulani sebagai sebuah alasan di balik fenomena negatif di atas. Suara berisik vuvuzela membuat pemain tidak bisa berkomunikasi dengan baik di dalam lapangan sedangkan lintasan bola Jabulani sulit diarahkan dengan akurat oleh para pemain.

Para perwakilan FIFA berulang kali telah mengatakan bahwa kehadiran vuvuzela adalah bagian dari permainan dan menjadi sebuah ciri khas SA 2010. Bukan hanya suporter Bafana Bafana yang menggunakannya tapi juga seluruh pendukung tim yang tetap bisa bermain bagus seperti Jerman dan Belanda

Khusus mengenai Jerman, pembahasan soal bola Jabulani juga mencorong pada isu bahwa Jabulani seakan diciptakan untuk para punggawa Der Panzer, yang sanggup mengukir empat gol, lantaran si kulit bundar didesain produsen alat olah raga asal Jerman.

Penjaga gawang cadangan asal AS, Marcus Hahnemann, saat ditemui BOLA di Irene Farm, sebuah daerah peternakan yang hijau di wilayah Tshwane-Pretoria, membenarkan bahwa Jabulani sulit ditendang melengkung oleh pemain, dan bola itu kerap salah diduga lintasannya oleh kiper-kiper.

Namun, Hahnemann ogah berkomentar mengenai kaitan empat gol Nationalmannschaft dengan bola pabrikan Jerman itu. “Hal yang jelas adalah kami semua butuh beradaptasi dengan karakter bola yang berbeda dari yang biasa kami pakai di liga itu. Saya bisa maklum bila kiper Inggris, Robert Green, kesulitan mengantisipasi tendangan-tendangan pemain kami,” katanya.

Inggris Tidak Buruk



Hasil imbang 1-1 di partai Inggris versus AS jelas bukan semata karena “kesalahan” vuvuzela dan Jabulani. Hahnemann mengatakan persiapan menghadapi Inggris dilakukan dalam waktu enam bulan penuh, sedangkan situasinya bakal berubah ketika The Yanks akan menghadapi lawan yang relatif tidak mereka kenal, Slovenia, pada Jumat (18/6).

Bila dilihat dari prespektif Inggris, banyak rekan pers dari televisi dan media cetak Britania menilai Fabio Capello telah mencabut Three Lions dari akar permainan cepatnya, kick and rush, sehingga lebih mirip Italia yang bermain terlalu negatif sehingga akhirnya juga tertahan 1-1 Paraguay.

Uniknya, pendapat itu tidak diamini Chris Coleman, pelatih asal Wales yang pernah memegang Real Sociedad dan kini tengah menangani Coventry City.

“Bukan saya bersimpati pada Capello, tapi kenyataannya memang tidak ada yang salah dengan cara Inggris bermain. Antisipasi yang dilakukan banyak tim under dog, termasuk AS, di partai-partai awal piala dunia ini sangat bagus dan menghasilkan perlawanan yang solid,” kata orang Wales itu sesudah laga Belanda melawan Denmark di Soccer City.

Coleman selama PD 2010 berlangsung bekerja sebagai analis pertandingan untuk jaringan televisi ITV Digital. Ia berharap Indonesia bisa belajar banyak untuk mengembangkan sepak bola domestik dari kehadiran jurnalis-jurnalisnya di Afrika Selatan saat ini. Semoga, Chris, semoga!

Diambil dari Bolanews.com

0 komentar:

Posting Komentar

Harap menngunakan bahasa yang sopan dan mudah dipahami, Admin berhak menghapus suatu komentar tanpa pemberitahuan.

 

Followers

Utak Atik © 2008 Business Ads Ready is Designed by Ipiet Supported by Tadpole's Notez